Begitu pun berkaitan dengan rupa, harta, kedudukan, kekuasaan, popularitas, gelar dan aksesoris duniawi lainnya yang ternyata sama sekali tidak menjamin akan ketentraman, kenikmatan, dan kebahagiaan. Apakah sebabnya?
Andaikata diambil sebuah perumpamaan, bayangkan sebuah remari kaca penuh dengan makanan lezat tapi terkunci rapat, manakah yang lebih dahulu dipikirkan? Isi lemari atau kunci lemari?
Siapapun yang normal cara berpikirnya akan berupaya mencari kuncinya lebih dahulu. Karena mati-matian ingin menikmati isi lemari, tapi kalau tidak punya kuncinya sama dengan menyiksa diri, membuat penderitaan tiada akhir, didera keinginan yang tidak akan tercapai. Ketahuilah bahwa kenyataan hidup pun tidak jauh berbeda dengan perumpamaan diatas. Sehebat apapun keinginan menikmati hidup bila tidak mengetahui kuncinya maka tatkala kebahagiaan hanya akan ada dalam angan-angan saja. Kalaupun merasa mendapat kebahagiaan, sesungguhnya hanyalah semu belaka atau bagai mengejar bayang-bayang,tidak akan pernah terkejar.
Sayang, sebagian besar orang lebih sibuk memikirkan isi lemari daripada sibuk mengetahui dan menguasai kuncinya. Itulah sebabnya hidup ini menjadi sulit untuk bahagia, selalu menjadi perpindahan dari was-was, takut, cemas, gelisah, bingung, tegang, pening, dan sebagainya.
Kunci pembuka nikmat ini bernama syukur. Artinya siapapun yang tidak tahu cara mensyukuri nikmat dengan benar,maka tipislah harapan dapat menikmati hidup ini dengan benar pula.
Memiliki kemampuan bersyukur berarti pula akan dapat mengikat nikmat yang ada, serta mengundang nikmat yang lebih besar yang belum ada. Dengan demikian, wajib bagi siapapun yang merindukan hidup bahagia harus mengenal kunci bersyukur.
Sumber :Buku Syukur Pengundang Nikmat
Karangan:KH.Abdullah Gymnastiar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar